Senin, 23 Juli 2018

Darb al-Ahmar, Hikayat yang disembunyikan budaya.


Dusun lama pusat kairo lama mula-mula menjadi tempat lalu lalang penduduk yang menempati kairo wilayah tengah, bahkan daerah ini adalah sebuah pengakuan yang sudah terdapat dalam sejarah lama di kota ini, desa ini memang sangat tua, umurnya hampir sebanding dengan penamaan kota ini. Tahun 669 M adalah awal mula penamaan kota kairo yang nantinya disusul dengan berdirinya masjid al-Azhar yang terletak di jantung kota. Kira-kira setengah kilo ke arah barat, ada desa kuno yang masih padat penduduk hingga kini yang bernama darb al-Ahmar. Darb artinya jalan yang terdapat dalam lingkup wilayah desa, dan ahmar berarti merah

Kalau ditilik dari tata letak bangunan, mungkin darb al-Ahmar bukanlah desa yang dibilang rapi, kanan kiri bangunan saling timpang dan terlihat kusam, kotor dan bising. Memang daerah ini di huni oleh mastarakar menengah kebawah. Tidak heran akan dijumpai banyak pabrik tekstil seperti sepatu dan kotak pernak-pernik yang banyak dijajaki di pasan khan khalili.

Kesenjangan masyarakat sangat terasa, karena penghuni desa ini sudah saya katakan di atas bahwa daerah ini dihuni oleh masyarakat menengah ke bawah. Budaya kental mesir menjadi ciri khas yang terdapat di jalanan darb al-Ahmar. Masharakat yang hanya sekedar duduk-duduk saling sapa dan mengucap salam.

Pernah saya bertanya kepada sopir el-Tramco ketika saling sapa di tengah-tengah jalanan macet. Bercengkrama begitu akrab. “Apa kamu mengenal orang yang barusan sapa?” Tanyaku. “Tidak, ini hanya budaya kami, dan itu cara kami untuk saling mengenal”.

Mesir memang unik, seunik cerita yang terpendam di sebuah penamaan darb al-Ahmar. Desa tua yang sengaja dihilangkan asal-usulnya. Mungkin hanya sejarawan saja yang tau, atau orang-orang yang mau membaca setiap jengkal langkat s jarah dari setiap peristiwa.

Sejarah mencatat bahwa perjalanan peradaban kairo begitu panjang, kota ini berkali-kali mengganti namanya yang akhirnya penamaan kairo menjadi nama paten hingga sekarang, karena beberapa kali mengganti dari fustat menjadi asykari lalu qatta’i mansuriyayah dan terakhir diganti dengan nama kairo. Sejarah panjang ini pasti sudah memiliki banyak kisah yang pernah terjadi, secuil kisah sejarah yang pernah terjadi di masa dinasti mamalik adalah menjadikan kairo yang berpusan di dalam benteng kota, dan membagi-bagi wilayahnya berdasarkan strata pangkat masyarakatnya. Qal’atul jabal atau Citadel menjadi pusat pemerintahan Mamalik, khusus di daerah dekat dengan gerbang utama yaitu bab al-Futuh dan bab Zuwayla disana detempati oleh saudagar-saudagar kaya. Lalu dari belakang azhar ke arah barat dan sekitarnya akan di tempati oleh para amir atau pasukan milik sang sultan.

Sejarah menceritakan saat dinasti mamalik tumbang oleh bangsa turki yang dinahkodai oleh sultan Salim II, turki usmani benar-benar memporak porandakan mesir dan kesultanannya yang mampu bertahan hratusan tahun. Lalu dengan keji membantai para mampuk beserta pengikutnya, menybelih masal dan mengalirkan darahnya mengalir hingga jalan menuju gerbang Zuwayla. Sejak saat itu daerah tersebut dinamai Dam al-Ahmar yang akhirnya disembunyikan dan diganti menjadi darb al-Ahmar. Konon penybunyian nama dam al-Ahmar mempunyai tujuan tertentu, penamaan itu agar anak-cucu tidak tahu bahwa di atas tanah yang mereka injak pernah dialiri darah para penduduknya dan menyembunyikan peristiwa tersebut agar tidak mengganggu mentalitas keturunannya.

0 komentar:

Posting Komentar