Senin, 06 Agustus 2018

Kahfi: dari Kamandanu hingga Angling Darma


Kesepian malam Darb el-Atrak pecah. Tawa kami mungkin saja sudah membuat tetangga Mesir di samping flat memaki kami yang kelewatan cekikikan. Memang ada yang berbeda, flatku sedang ramai tak ubahnya seperti Istana Wilwatikta milik Prabu Wijaya yang selalu ramai wara-wiri rakyat sowan ke Sang Prabu. Sebagaimana riuh khalayak meminta pertolongan panglima perang paling tangguh milik Majapahit saat terjadi keributan. Siapa lagi kalau bukan Arya Kamandanu.

Serial episode klasik yang sudah kami tonton itu rupanya masih hangat diperbincangkan. Tentu film berjumlah puluhan episode itu menarik dibahas dari sudut yang lain. Bisa dibilang kisah epik penuh intrik dan heroik itu lakon utamanya Arya Kamandanu yang mengejar cinta. Bagiku Kamandanu sangatlah "lanang", kelanangan dalam hal ilmu kanuragan. Pendekar Naga Puspa yang kesaktiannya diperhitungkan para pendekar sejagat raya. Musuh yang ia hadapi keok tanpa ampun bahkan setiap serangan akan cermat sekali dibacanya dan mampu ditangkisnya. Alhasil, setiap kali Arya Kamandanu ikut dalam peperangan ia mampu mengalahkan musuh yang dihadapi, tidak heran ia ditunjuk sebagai panglima perang dalam film Majapahit itu.

Namun usut punya usut, jurus sepoi-angin dan pedang Naga Puspa sebagai ajian pamungkasnya belum mampu menjadi andalan kala ia berhadapan dengan wanita pujaan hatinya. Irisan sembilu sudah ia rasakan saat kedua calon gebetannya ditikung kakaknya sendiri Arya Dwipangga. 

Malam itu malamnya jam’iyyah jomblo cekikikan ngalor-ngidul di tengah malam. Kawanku Kahfi dan Sang Ustaz Ahlu-Qiroah berkunjung ke flatku, seperti biasa, yang dibahas para jomblo tak lain adalah seorang nona pendamba kehidupan-Islamis nan anggun dan suka berdansa bersama dalam dialog keilmuan serta kemajuan umat beragama. Hah. Ambil napas. Kami sepakat sosok seperti itu sangatlah elok. Aku geleng-kepala mendengar kisah Sang Ustaz yang dengan cakap menggambarkan sosok Sang Nona. Pujaan jejaka se-Kairo. 

Bagaimana tidak, cobalah baca di setiap tulisannya yang sangat menggugah, penuh semangat, dan menyejukkan hati yang gersang. Namun aku mbatin betapa asik Sang Ustaz bercerita. Alur ceritanya bisa jadi bagai panah arjuna yang melesat kencang dan mengena hati kawanku Kahfi.

“Kalian harus sadar bahwa nona-nona berada di puncak kecantikannya saat mereka tersimpuh takzim menyimak pengajian di majelis ilmu”, kata kawanku Si Ustaz.

“Ah yang bener, tad..” aku menimpali.
“Beuuh.. ente gak tau sih...” Ustaz ngacungin jempol. Ia mencoba meyakinkan bahwa yang ia lihat benar-benar cantik. “coba lihat ini, status fesbuk dia begitu menyentuh."

Malam semakin larut. Kantuk mulai menghampiri kami yang sudah lelah membahas apasaja. Mataku melirik layar gadget Kahfi yang tak henti ia scroll. Aku mendekat. Yaa salam... Hasbunallah wanikmal wakil.. ya Jabbar.. Ya Qohhar..  ternyata ia lagi stalking Sang Nona yang diriwayatkan oleh Sang Ustadz tadi. Tumben sekali dia mengamat-amati akun akhwat, Astaga, aku kaget gak ketulungan.

Pada akhirnya, aku terpaksa menerka dan memadukan sosok yang cukup kukenal. Antara panglima perang Arya Kamandanu dan kawanku Kahfi Zamzami, dua sosok yang unik. Gampangnya, Kamandanu bukanlah Kahfi. Dan Kahfi bukanlah Kamandanu. Tapi kesamaannya adalah Kahfi sudah mengerti betul setiap kaidah bahasa Arab dan penggunaannya. Sementara teman-temannya tatkala kesusahan pasti bertanya kepadanya. Apalagi ketika menerjemah sebuah kalimat yang sulit dipahami, Ibarat kata, ia sudah paripurna dalam hal membaca kitab klasik. Di saat itulah ia merupa Kamandanu. Neo-Kamandanu.

Coba kita bandingkan merujuk kisah tadi. Kamandanu dengan ilmu kanuragan sepoi-anginnya yang sangat ia kuasai mampu menepis segala serangan. Luar biasa! Namun urusan asmara, Arya Kamandanu bukanlah pemenang laga. Ia diam seolah lupa ajiannya.

Sebenarnya ini bukan perbandingan yang pas sih. Bagaimana tidak? Kamandanu sudah dua kali menelan sembilu asmara, tapi kawanku memulainya saja belum, kan? Aku mencoba husnuzon bahwa ini tidak sama. Bisa saja nanti ia seperti Prabu Angling Darma. Setiap ucapannya manis memabukkan dan meluluhkan Sang Nona pujaan-hati.

Karena prediksi ini tak ubahnya seperti tebakan skor sepak-bola yang pernah disinggung Sang Nona, "Jangan keseringan nonton bola. Lebih baik banyakin ngaji bareng ulama!"

2 komentar: